Author Archives: Amir Hidayatulloh

TAK KENAL, MAKA TAK SAYANG: Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2019

Tak Kenal, Maka Tak Sayang

Kalimat diatas mungkin menggambarkan bahwa kalau kita tak kenal seseorang, maka kita tidak akan sayang. Begitu juga dengan pelaku UMKM. Ketika pelaku UMKM tidak mengetahui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, maka pemerintah tidak akan menggunakan peraturan tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dengan melakukan survei kecil-kecilan, ternyata diperoleh sebagaian besar pelaku UMKM di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mengetahui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 ini, kami tanyakan kepada 40 responden, dan hasilnya hasil satu responden yang mengetahui peraturan pemerintah, dan sisanya (39 responden) menyatakan tidak mengetahuinya.

Dari hasil survei ini, sudah selayaknya pihak pajak, pihak akademisi, mahasiswa, dan pihak-pihak yang terkait dapat mensosialisasikan peraturan tersebut. Hal ini bertujuan agar peraturan ini dapat diketahui masyarakat banyak. Sehingga, mungkin dengan pengetahuan mengenai peraturan ini, masyarakat akan lebih patuh dalam membayar pajak.

 

APAKAH AKU BISA HIDUP TANPA KAMU?

Apakah aku bisa hidup tanpa kamu?

Kalimat tanya diatas mengingkatkan seberapa besar peran pajak terhadap APBN. Seperti yang kita ketahui, bahwa penerimaan negara terbesar adalah dari sektor pajak. Penerimaan negara pada tahun 2018 hampir 85,40% berasal dari sektor pajak. Sehingga, dapat dikatakan pajak adalah ujung tombak dari penerimaan negara. Porsi penerimaan negara disajikan pada gambar di bawah ini.

Sumber: Kementerian keuangan

Dari gambar diatas sudah jelas bahwa pajak adalah “dewa penerimaan” APBN. Sehingga dapat dibayangkan apabila penerimaan dari pajak nol. Apakah yang terjadi?. Oleh karena itu, timbul pertanyaan apakah bisa penerimaan negara berpisah dengan pajak?. Berdasarkan data diatas, hampir tidak mungkin negara terlepas dari pajak.

Pajak kau adalah penopang APBN, Sehingga ketika penerimaan pajak tidak sesuai dengan target, maka Aku (baca pemerintah) akan memberikan bunga-bunga cinta (kebijakan) agar kau (pajak) dapat sesuai dengan target yang diinginkan.

Aku (baca:pemerintah) sangat membutuhkan kamu (baca: pajak)

Aku (baca:pemerintah) belum dapat berpisah dengan mu (baca: pajak)

Demi kamu (baca: pajak), aku (baca: pemerintah) rela untuk memberikan bunga-bunga cinta (kebijakan)

Demi kamu (baca: pajak), Aku (baca: pemerintah) rela untuk memaafkan orang telah mengkhianati aku (baca: kebijakan pengampunan pajak)

Kau (baca: pajak) adalah segala-galanya bagi ku (baca: pemerintah)

Aku (baca: pemerintah) tidak dapat berpisah dengan kamu (baca: pajak)

 

CATATAN KELAS: POLITIK? PAJAK?

sumber Gambar: Animasi Gambar

Lagi-lagi di kelas perpajakan, Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan, muncul pertanyaan secara tidak langsung menyinggung politik yang terkait bidang perpajakan. Pertanyaan tersebut simpel, akan tetapi butuh usaha keras untuk menjawabnya. “Bapak, apakah logis dengan menghapus pajak kendaraan bermotor”. Hmmm…Kenapa anda tanya seperti itu?..Saya melihat di sebuah pamlet caleg, dia akan menghapuskan pajak kendaraan bermotor. Oh,,,politik?……

Mari kita cermati bersama-sama…

Pertemuan pertama kita membahas fungsi pajak. Salah satu fungsi pajak adalah budgetair atau anggaran. Jadi pajak merupakan salah satu bentuk penerimaan negara atau salah satu komponen penerimaan negara dalam APBN atau APBD. Jadi kalau misal pajak kendaraan bermotor dihapus, Bagaimana dengan penerimaan negara?

Sudah pasti berkurang Pak. Terus untuk menggantikan penerimaan tersebut dari mana?…Satu mahasiswa menyautnya….Tentu menaikan pajak yang lain….

Iy, mungkin juga dengan menaikan tarif pajak yang lain. Misal tarif pajak kendaraan di hapus, memungkinkan tidak kalau tarif pajak bumi dan bangunan pedesaan perkotaan (PBB P2) dinaikan?…Mungkin saja, Pak.

Terus logis tidak, pajak kendaraan bermotor di hapus?

Logis Pak, tapi pasti akan ada konsekuensi dari penghapusan pajak tersebut.

Nah itu,,,,,Mari berpikir kritis dengan adanya janji-janji menjelang pemilu. Jangan saling menyalahkan, akan tetapi janji-janji mereka kita analisis terlebih dulu. Kita kaum akademisi, jangan sampai kita menjadi korban berita hoak.

 

Catatan:

Semenjak diberi amanah menjadi dosen perpajakan di Prodi Ekonomi Pembangunan, FEB, UAD, saya lebih mengeneli kriteria mahasiswanya. Mahasiswa prodi ini cukup kritis, dan kelas ini dapat menyesuaikan. Saat kelas serius dengan materi, maka mahasiswa dapat menyesuaikan dengan sikap tenang. Ketika sesi diskusi, mahasiswa diskusi dengan cukup menarik (Ya, mungkin juga karena konsekuensi kalau kelas tidak aktif dalam diskusi, nanti jadi kuis..he..he). Ketika saatnya santai, misal game, maka mahasiswa prodi ini pun dapat menikmati game tersebut. Intinya, dalam suatu kelas ada saatnya serius, ada saatnya kita harus diskusi, dan ada saatnya kita santai. KELAS TIDAK TERUS SPANENG….Sampai saat ini, saya masih percaya bahwa ketika mahasiswa enjoy, maka ide dan kreativitas mereka akan muncul di kelas.