Akhir-akhir ini, kita mendengar bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami kenaikan. Menurut berita yang termuat dalam kompas.com bahwa akan diimplementasikan skema multitarif PPN, yakni pengenaan pajak yang lebih rendah untuk barang-barang yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat dan pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah yang biasa dibeli kelas menengah atas.
Beberapa pengamat yang menyatakan bahwa opsi kenaikan PPN adalah 12 persen karena kenaikan 2 persen dikatakan kenaikan yang relatif rendah sehingga tidak akan terlalu berdampak pada konsumen. yakin kah?
Bayangkan ketika konsumen berasal dari kalangan sederhana. Misal dulu yang dia belanja bulanan Rp300.000 dikenakan PPN 30.000 maka dia harus membayar Rp330.000 akan tetapi ketika PPN dinaikan menjadi 12 persen mereka harus membayarRp336.000 (karena PPN yang dikenakan Rp36.000). Wah selesih Rp6.000 bisa buat beli barang yang lain. he…he
Mencoba membawa kasus ini ke dalam kelas perpajakan, ternyata kenaikan tarif PPN juga pro kontra.
Beberapa mahasiswa yang kontra menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN ini mungkin akan membawa dampak pada daya beli masyarakat. Selain itu, sebagaian masyarakat juga akan mengalami dampak besar dari kenaikan tarif ini. Bayangkan saja, kalau misal mengalami kenaikan 2 persen, selisih kenaikan tersebut dapat di tabung oleh masyarakat.
Akan tetapi, grup pro setuju dengan kenaikan tarif PPN. Hal ini karena kenaikan tarif PPN dapat meningkatkan penerimaaan negara, sehingga salah satunya dapat mendukung pembangunan infrastruktur.
Sebuah kebijakan menimbulkan pro kontra, menurut kalian bagaimana?. boleh lho komen.