Tag Archives: Generasi Milenial

Generasi Milenial “Sadar Pajak”

Seperti yang kita ketahui bahwa penerimaan negara terbesar berasal dari sektor perpajakan. Menurut data dari Departemen Keuangan, penerimaan negara dari sektor pajak pada tahun 2018  mencapai 85,6%. Sehingga, pajak dapat dikatakan sebagai ujung tombak negara.

Pada suatu kelas, saya pernah bertanya “Bagaimana Anda ingin menghancurkan negara”, beberapa mahasiswa menjawab “Korupsi”. Hmmm,,,korupsi ya??….Iy, Bapak. Kemudian saya bertanya kembali “Anda sudah berapa kali mendengar kasus korupsi?, Jawab mahasiswa: banyak, Pak. Sampai sekarang negara Indonesia masih berdiri?. Iy, bapak…..Terus apa yang dapat membuat negara ini runtuh?….Mahasiswa diam.

Di keheningan, saya bertanya lagi “Anda ikhlas bayar pajak”,?…Beberapa mahasiswa menjawab “ngapain bayar pajak, ujung-ujungnya di korupsi. (Ok, point ini menandakan belum percayanya mahasiswa terhadap sistem perpajakan di Indonesia). Anda pernah melihat postur APBN?. Coba Anda bayangkan, ketika semua orang tidak membayar pajak, apa yang terjadi?…..”negara tidak mempunyai penerimaan yang cukup”?. Negara ini tidak ada penerimaan. Baik, sekarang Anda bayangkan “Seandainya anda tidak menerima uang transfer dari orang tua apa yang akan terjadi dengan Anda?…..Kami akan bingung, kami akan mencari utang. Nah, itulah yang dialami negara, ketika masyarakat enggan untuk membayar pajak.

Mari sebegai generasi milenial kita dukung Negara Indonesia menjadi negara yang maju dan mandiri, salah satunya dengan membayar pajak. Jangan salahkan negara, ketika jalan depan rumah Anda rusak, pelabuhan belum memadai, dan lain-lain. Anda sendiri masih enggan membayar pajak.

MENGAJAR “GENERASI MILINEAL”–METODA TUTOR SEBAYA

Tiba-tiba tertarik untuk menceritakan pengalaman saya mengajar yang dimulai tahun 2015 sampai dengan sekarang.

Mengajar adalah salah satu kewajiban atau hoby saya. Saya menekuni dunia mengajar semenjak masih duduk di semester 4 saat menempuh Strata Satu (S-1), yaitu dengan menjadi asisten dosen. Namun, saya baru mengajar dengan status dosen pada tahun 2015.

Awal mengajar metoda yang saya gunakan masih metoda konvensional. Metoda yang masih mempusatkan kelas pada saya. Ya, bisa dianggap saya ini pemain utama di kelas. Mahasiswa saat itu hanya masuk, duduk, menulis, dan pulang. Beberapa ada yang tanya, namun tidak banyak. Usut punya usut, mahasiswa takut bertanya di kelas, karena saya dianggap killer (saya sempatkan bertanya kepada mahasiswa saat itu). Metoda itu saya gunakan sampai sebelum saya mengikuti ALFHE dan PEKERTI.

Saya pernah mendengar orang bertanya pada suatu forum , kira-kira pertanyaan seperti ini “Bapak, Kalau ada kelas yang nilainya jelek semua, siapa yang salah”. Dalam hati saya menjawab “pasti mahasiswa lah”, kenapa dia tidak rajin, kenapa dia tidak bertanya, kenapa dia tidak belajar, dan lain sebagainya”. Namun, jawaban dari pemateri itu sangat membuat saya terkejut “Bukan 100% salah mahasiswa, namun ada peran serta pendidik”. Dalam hati “apa salah pendidik? (agak lebay dikit bahasanya, he). Pemateri menjelaskan penjelasannya. Iy, pendidik . Dalam proses pembelajaran ada dua pihak yang terlibat, yaitu dosen dan mahasiswa. Kalau mahasiswa banyak nilai jelek, berarti dosen juga ikut terlibat kan?. Misalnya, dosen menjelaskan dengan membosankan yang membuat mahasiswa mengantuk, mahasiswa takut untuk bertanya, mahasiswa tidak diajak diskusi, mahasiswa pasif di kelas. Hal ini yang membuat saya untuk intropeksi diri. Berarti selama ini kelas saya ada yang salah?

Saya mengajar kaum milenial, namun saya menggunakan metoda konvensional. Saat itulah saya mencoba menggali metoda pembelajaran. Saya mulai menggunakan metoda pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa.

Metoda pembelajaran yang pernah saya gunakan antara lain metoda tutor sebaya

Continue reading