MENGAJAR “GENERASI MILINEAL”–METODA TUTOR SEBAYA

Tiba-tiba tertarik untuk menceritakan pengalaman saya mengajar yang dimulai tahun 2015 sampai dengan sekarang.

Mengajar adalah salah satu kewajiban atau hoby saya. Saya menekuni dunia mengajar semenjak masih duduk di semester 4 saat menempuh Strata Satu (S-1), yaitu dengan menjadi asisten dosen. Namun, saya baru mengajar dengan status dosen pada tahun 2015.

Awal mengajar metoda yang saya gunakan masih metoda konvensional. Metoda yang masih mempusatkan kelas pada saya. Ya, bisa dianggap saya ini pemain utama di kelas. Mahasiswa saat itu hanya masuk, duduk, menulis, dan pulang. Beberapa ada yang tanya, namun tidak banyak. Usut punya usut, mahasiswa takut bertanya di kelas, karena saya dianggap killer (saya sempatkan bertanya kepada mahasiswa saat itu). Metoda itu saya gunakan sampai sebelum saya mengikuti ALFHE dan PEKERTI.

Saya pernah mendengar orang bertanya pada suatu forum , kira-kira pertanyaan seperti ini “Bapak, Kalau ada kelas yang nilainya jelek semua, siapa yang salah”. Dalam hati saya menjawab “pasti mahasiswa lah”, kenapa dia tidak rajin, kenapa dia tidak bertanya, kenapa dia tidak belajar, dan lain sebagainya”. Namun, jawaban dari pemateri itu sangat membuat saya terkejut “Bukan 100% salah mahasiswa, namun ada peran serta pendidik”. Dalam hati “apa salah pendidik? (agak lebay dikit bahasanya, he). Pemateri menjelaskan penjelasannya. Iy, pendidik . Dalam proses pembelajaran ada dua pihak yang terlibat, yaitu dosen dan mahasiswa. Kalau mahasiswa banyak nilai jelek, berarti dosen juga ikut terlibat kan?. Misalnya, dosen menjelaskan dengan membosankan yang membuat mahasiswa mengantuk, mahasiswa takut untuk bertanya, mahasiswa tidak diajak diskusi, mahasiswa pasif di kelas. Hal ini yang membuat saya untuk intropeksi diri. Berarti selama ini kelas saya ada yang salah?

Saya mengajar kaum milenial, namun saya menggunakan metoda konvensional. Saat itulah saya mencoba menggali metoda pembelajaran. Saya mulai menggunakan metoda pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa.

Metoda pembelajaran yang pernah saya gunakan antara lain metoda tutor sebaya

Menurut saya metoda tutor sebaya adalah metoda yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa saat di kelas. Kebebasan dalam hal ini meliputi kebebasan menjelaskan materi kepada rekannya, kebebasan bertanya, kebebasan diskusi, dan lain sebagainya. Metoda tutor sebaya diibaratkan “kelas saat itu milik mahasiswa“. Terus saya ngapain? Ngopi  atau ngeteh kah?. Oh tidak, saya tetap di kelas, sambil memantau jalannya diskusi. Pada akhir perkuliahan salah satu mahasiswa menyimpulkan materi saat perkuliahan, dan mendiskusikan pertanyaan yang belum terjawab saat mereka melakukan diskusi. Tugas saya bukan untuk menghakimi salah atau benar, namun hanya menyamakan persepsi.

Hal yang saya dapat lihat dari metoda ini adalah mahasiswa yang saya anggap pemalu, dapat melakukan diskusi. Berarti dia tidak pernah bertanya bukan karena dia tidak ingin bertanya, namun karena dia malu atau takut kepada saya. Hal yang mengejutkan lagi, mahasiswa dapat menjelaskan materi dengan bahasanya sendiri, dan dapat membuat hiburan-hiburan kecil saat menjelaskan (misal memberikan pantun, memberikan hadiah bagi yang bertanya, dan lain-lain).  So, kelas menjadi fun dan hidup. Dan yang paling penting, saya dapat memberikan sedikit stimulus bahwa sumber pengetahuan tidak hanya berasal dari dosen. Genarasi milenial dapat mencari sumber bacaan dari mana saja selain dari buku wajib. Mereka terbiasa dengan internet, mereka dapat mencari sumber dari internet, e-book, tapi ingat generasi milenial juga bukan generasi yang hanya copy-paste dari internet.

Mohon maaf saya bukan ahli pendidikan atau pengajaran. Namun, saya ingin berbagi pengalaman. Bagi yang tidak berkenan saya minta maaf, dan bagi yang ingin memberikan kritik atau saran saya terima dengan lapang dada. Tulisan ini bersambung ya, bagi yang ingin membaca silahkan ikuti tulisan di blog ini.

Terima Kasih

 

 

Leave a Reply